Sebuah ilustrasi, seekor burung dara yang dilepaskan dari peraduannya, terbang berkeliling dan pada akhirnya kembali, tahu jalan pulang, itulah “Pomah”. Dalam bahasa Indonesia Pomah juga berarti betah dan merasa nyaman berada di rumah atau tempat tertentu. Jika seseorang “pomah” di rumah, artinya ia merasa nyaman dan betah maka ketika pergi kemanapun, selalu punya cara untuk pulang.
Pomah yang bermakna tahu jalan pulang, menjadi tema yang diusung dalam pameran lukisan ke- 10 oleh sekumpulan perupa yang tergabung dalam komunitas GASRUG (Gerakan Seni Rupa Gresik) di Sualoka.hub, tanggal 26 April sampai 26 Mei 2025. Pameran kali ini memajang enam belas karya pelukis yakni : Aam Artbrow, Aly Waffa, Aris Daboel, A.Feri, Didik Triyoko, Joko Iwan, Kak Komang, Mujib Darjo, Mufid, Riyanto, Rachmad Basuki, Rezzo Masduki, Yoni, Sahlul Fahmi, Subeki, Sugihartono, Loyong Budi dan Dimas Prayogo.
Lebih spesifik lagi, Pomah memiliki akar kata omah atau rumah, dalam konteks filosofis lebih dari sekadar bangunan. Ia melambangkan tempat pulang baik bagi diri sendiri maupun sekumpulan orang. Sebuah ruang internal yang memberikan rasa nyaman, kehangatan, dan identitas. Ruang dimana bisa merenungkan, berdiskusi, dan menemukan kekuatan batin.
GASRUG yang berdiri tahun 2016 adalah rumah besar bagi beragam bilik jiwa para perupa yang menjadi penghuninya. Dalam perjalanannya sebagai rumah bagi para pelukis ini, sembilan kali pameran digelar di rumah sendiri yakni di kota Gresik, 1 di luar kota di Surabaya. Namun secara personal, anggota yang terdiri dari enam belas pelukis telah menggelar karya diberbagai tempat, berbagi ruang dengan semesta lain. Namun kehangatan dan kenyamanan untuk menjadi diri sendiri di rumah GASRUG tetaplah menjadi rumah pulang.
Dalam kredo pengkaryaan, rumah sejati ada dalam diri. Keyakinan untuk tetap melukis menjadi militansi yang tidak bisa ditawar. Meskipun jatuh bangun, tetapi selalu mengerucut bahwa seni rupa menjadi alasan tetap untuk pulang ke dalam diri. Rumah berteduh yang selalu mengajarkan sikap tabah yang dapat dimaknai kuat hati dalam menghadapi kesulitan, rintangan, kendala dalam berproses. Kekuatan jiwa yang tidak terlihat yang memberikan napas di sebalik kehadiran, ekspresi bagi tiap pengkaryaan.
Salah satu unsur seni rupa modern juga menempatkan kedudukan pribadi seniman sebagai pusat termasuk kehidupan yang melingkupinya. Posisi manusia dalam makna modern berada dalam anggapan-anggapan yang tidak dibatasi ruang dan waktu. Dengan kata lain, seni rupa masa kini, yang bermaksud mengembangkan bakat seni pribadi atau potensi kreatif artistik individu seniman, dengan wawasannya sebagai manusia yang berpandangan universal dan dalam prosesnya membutuhkan tempat bernaung, bersinergi yang disebut rumah.
Ekspresi visual bisa ditelisik dari “biografi pelukis” bersumber dari pernyataan, ekspresi dan pesan yang mewujud. Cerminan otentisitas para perupa dalam karya yang mengenjawantah. Pelukis berupaya memasuki ruang di dalam dirinya. Bahwa diri sendiri adalah pusat dengan segala kompleksitasnya. Semuanya bermunculan dalam pikiran dan bathinnya dengan kesadaran yang dituangkan dalam bentuk karya lukis sebagai sebuah ekspresi.
Aly Waffa, salah satu pelukis di Gasrug melukis sejak kelas-5 Sekolah Dasar dan terbiasa memahami bahwa finansial bisa diperolehnya dari sini. Maka sejak tahun 2015 mengazamkan dirinya pada seni rupa. Dalam banyak karyanya, ditemukan penggambaran seperti sebuah akar dari pohon. Bahwa hidup haruslah memiliki akar yang kuat untuk bertumbuh menjadi batang kokoh, ranting rimbun, dan menghasilkan buah yang manis. Akar bagi Aly Waffa seperti memiliki daya magis yang tiba-tiba memunculkan bentuk-bentuk fantasi di sebaliknya.
Sulur dari akar yang kemudian menciptakan beragam bentuk lain, menjadi tempatberbiaknya imajinasi yang terus berkembang. Corak warna visualnya mencerminkan rumah dirinya diantara alam pesisir, meskipun tidak merepresentasikan laut, namun lebih spesifik tumbuhan bakau, akar mangrove. Pewarnaan yang diambil sebagai ornamen lukisan kelihatan dinamis dan kaya, beragam dan memiliki pola tersendiri. Idiom yang dilukiskan pun memiliki kekhasan sendiri, warna-warna pesisir yang menyala.
Aly Waffa juga mentamsil kuda dibeberapa lukisannya, menjadi simbol kekuatan, gairah pada hidup yang terus bergejolak. Selayak bara merekam jejak peristiwa hidup dalam percikan cat diatas kanvas. Manusia yang menggarap tema kehidupan secara intuitif dan kritis, melalui kekuatan pikiran, emosi, intuisi menggunakan bahasa rupa yang unik, menakjubkan bahkan mengejutkan. Begitu pula dengan karya-karya yang dipamerkan dalam lingkup perbincangan seni rupa modern yang membuka penafsiran yang luas, menimbulkan berbagai kemungkinan dan multi tafsir.
Beralih pada karya lukis Aris Daboel, dibentangkan pada potret peristiwa dalam keseharian yang kini benar-benar pulang ke tanah kelahirannya di Mojokerto setelah bertahun di Gresik. Perubahan ini menjadikan karyanya lebih dinamis. Jika lukisan biasanya diselesaikan dalam ruang studio, yang setiap goresannya merujuk pada putaran imajinasi, rasa dan pikiran di dalam dirinya pada ruang tertutup. Kini semesta imajinasinya berubah. Sejak dua minggu sekali menjelajahi kaki gunung penanggungan. Dalam sebuah gerakan komunitas seni rupa yang mengharuskan setiap anggotanya langsung merekamnya dalam bentuk visual, apapun temuan di lapangan.
Pola pengkaryaan ini menjadikan karyanya lebih spontan. Meskipun nantinya hasil akhir diselesaikannya pula di ruang studio. Corak karya lebih menyuarakan situasi yang terjadi pada alam. Atmosfir yang dibangun berasal dari rekaman yang ada di alam kemudian masuk ke dalam diri mewujudkan karya.
Salah satu lukisannya memvisualkan sarang burung. Presentasi dari keindahan rumah yang damai seakan memberi pesan juga untuk menjaganya. Seni seharusnya menyuarakan sesuatu yang membawa dampak bagi keberlangsungan semesta sebagai tempat pula untuk kembali pulang seperti halnya seni rupa baginya. Pengkarya mencipta sebagai upaya menafsirkan dan menempatkan diri dalam konteks yang selalu berubah. Merupakan hakikat transendensi manusia dalam menghindari kebekuan eksistensinya.
Cerminan artistik dan pengalaman estetik yang dihadirkan enam belas perupa ini menjadi keseimbangan dari pola hidup modern saat ini yang sarat dengan fungsi teknologi dan arus globalisasi yang mencengkeram kemanusiaan. Manusia digerus habis habisan oleh mesin-mesin intelegensi, hingga ruang menjadi sangat sempit. Semua terasa diburu-buru, waktu menjadi memendek, dan perasaan tidaklah menjadi hal penting.
Apa yang dimiliki manusia terutama bathin seperti pikiran, rasa, intuisi, imajinasi, tidak lagi menjadi acuan berpedoman hidup. Semua menjadi serba instan, hingga rentan untuk hancur karena tak ada ketahanan yang didapat dari proses menjalani belajar lebih panjang.Sehingga memungkinkan mengalami kelelahan yang penat. Rumah sebagai tempat istirahat
bagi bathin menjadi sebuah karya.
Maka, berhadapan dengan karya rupa ini membuat orang menyadari dan memformulasi perasaan, dugaan dan gagasan melalui pengalaman dan pemikiran artistik penikmatnya. Gagasan orisinal seniman rupa yang ditampilkan dalam sebuah karya berhadapan dengan persepsi yang ditangkap oleh penikmatnya, maka dibutuhkan keduanya dalam satu pertemuan lewat pameran atau gelar karya. Pertemuan antara karya rupa dengan publik menjadi media komunikasi pengalaman merasakan suatu keindahan dengan ekspresi seni rupa.
Dari keberagaman karya para pelaku rupa di komunitas Gasrug ini, utamanya yang sedang dipamerkan mengejawantahkan bahwa masih marak dan terjaga atmosfir seni rupa di Gresik. Dalam dinamika kota yang sibuk, industri yang terus meluas, masih ada ruang-ruang untuk pulang.
.
Gang Sebelah
Yayasan Gang Sebelah didirikan pada Tahun 2017, sebagai bentuk upaya dalam melakukan penelitian, pengarsipan dan pengembangan Kebudayaan.