Di wilayah estetika, Yayasan Gang Sebelah membangun komunitas Gresik Movie, Onomastika Musik, Sanggar Teater Intra, dan Perpustakaan Rubamerah, sebagai wadah proses kreatif dan presentasi karya yang dipersembahkan untuk Gresik.
Melalui Kedai Kopi Gresiknesia, Yayasan Gang Sebelah membuka ruang-ruang alternatif bagi diskusi, ekshibisi karya, penginapan, ruang baca, fasilitas pengaryaan, dan ekonomi kreatif. Meniatkan Gresiknesia sebagai area lalu lintas pikiran, ide-ide, maupun pusaran energi kreatif, ia memfungsikan diri sebagai rumah singgah bagi para pelaku kebudayaan dari kota lain yang berkunjung ke Gresik. Dengan gerakan swadaya, Yayasan Gang Sebelah bersikap militan dan menggunakan mata uang yang biasa kami sebut: “kolaborasi” dalam setiap momen penyelenggaraan peristiwa kebudayaan, dalam hal ini salah satunya adalah museum.
Gerakan kebudayaan yang ideal hakikatnya harus mampu menjaga nilai dan ideologi yang baik. Dengan demikian, sifatnya tidak merusak, serta memiliki daya kritik terhadap penyimpangan yang terjadi. Tentunya, sekaligus menawarkan kekayaan gagasan kebudayaan. Upaya menjaga nilai ini bisa ditempuh dengan cara memelihara
dan mengasah potensi kemanusiaan sebagai makhluk yang memiliki pengetahuan, nurani, dan pikiran kritis.
Semesta kebudayaan di Gresik memilliki potensi yang sarat ketegangan. Benturan gagasan kerap kali menjadi persoalan egosentral. Ini bisa jadi disebabkan oleh minimnya peran perempuan dalam konsep dan aktivitas kebudayaan. Peran perempuan di wilayah estetika adalah membuka ruang- ruang yang jarang disentuh di ranah maskulin. Misalnya, tentang kepekaan, kelembutan, rasa, dan detail atau kompleksitas.
Peran perempuan sering kali dinomorduakan. Kurang dianggap penting dan belum diapresiasi secara layak. Padahal, sejarah mencatat Gresik menyimpan deretan tokoh perempuan. Sebutlah: Fatimah binti Maimun, Waliyah Zaenab Bawean, Nyai Ageng Pinatih, dan Masmundari yang menorehkan nama besarnya dalam sejarah dan peta kebudayaan.