Semesta kebudayaan di Gresik memilliki potensi yang sarat ketegangan. Benturan gagasan kerap kali menjadi persoalan egosentral. Ini bisa jadi disebabkan oleh minimnya peran perempuan dalam konsep dan aktivitas kebudayaan. Peran perempuan di wilayah estetika adalah membuka ruang- ruang yang jarang disentuh di ranah maskulin. Misalnya, tentang kepekaan, kelembutan, rasa, dan detail atau kompleksitas.
Peran perempuan sering kali dinomorduakan. Kurang dianggap penting dan belum diapresiasi secara layak. Padahal, sejarah mencatat Gresik menyimpan deretan tokoh perempuan. Sebutlah: Fatimah binti Maimun, Waliyah Zaenab Bawean, Nyai Ageng Pinatih, dan Masmundari yang menorehkan nama besarnya dalam sejarah dan peta kebudayaan.
Maka, ketika tiga perempuan: Hidayatun Nikmah, Ayuningtyas M.R., dan Dewi Nastiti mencetuskan gagasan untuk mendokumentasikan karya Masmundari maupun perannya dalam museum visual berbasis website, Yayasan Gang Sebelah merespons dan mendukungnya.
Tim yang dikomandani tiga perempuan ini kemudian mampu membuka kunci-kunci informasi dari berbagai pihak, dan dengan potensi “puan”-nya menghadirkan karya yang estetik. Museum sebagai penyedia data yang menyimpan kekayaan narasi-narasi realitas masyarakat Gresik tentu dibutuhkan banyak pihak. Pihak yang memiliki kesadaran tinggi kepada visi, misi, dan strategi kebudayaan.
Museum Masmundari merupakan representasi dari kepedulian Yayasan Gang Sebelah terhadap aset kebudayaan Gresik. Museum yang menyediakan data karya-karya Masmundari dalam bentuk digital, menghadirkan dokumentasi dan keberagaman data yang kompleks yang bisa dipertanggungjawabkan validasinya. Data-data ini disusun untuk menghindari deskripsi tunggal tentang Masmundari. Tentu saja hal ini penting diketahui oleh publik yang lebih luas.