Beranda » Bentala Garap Kolektif Seni – Dewi Musdalifah

Bentala Garap Kolektif Seni – Dewi Musdalifah

 

*Menyambut Literatutur 2

Komunitas—kolektif seni—adalah rumah yang dihuni oleh rasa memiliki. Di dalamnya terjalin ikatan, keyakinan bahwa kebutuhan setiap anggota akan terpenuhi selama ada komitmen untuk terus bersama. McMillan dan Chavis (1986) menegaskan, kekuatan itu lahir dari keberanian menjaga kebersamaan.

Namun kebersamaan saja tak cukup. Sebuah komunitas, apalagi komunitas seni, hanya akan berumur panjang jika didukung disiplin, pengetahuan, dan strategi keberlangsungan. Ia memerlukan dapur garap—ruang yang menyiapkan bahan, mengolah, lalu menyajikannya menjadi program nyata yang teruji di lapangan.

Untuk itu, sinergi menjadi nadi. Komunitas tak bisa berjalan sendiri, melainkan harus menjalin hubungan dengan berbagai pihak—termasuk penyandang dana. Maka lahirlah kebutuhan legalitas: berbadan hukum atau setidaknya berakta notaris. Sebuah kesadaran yang seringkali diabaikan komunitas seni—yang cenderung berjalan seadanya, mengandalkan simpati internal, tanpa menengok pada jejaring, disiplin lain, atau bahkan pemangku kebijakan.

Padahal jaringan adalah nafas panjang. Ia menjadikan seni bukan sekadar ruang ekspresi, melainkan pusat denyut kebudayaan yang menyerap energi dari lokalitas tempatnya tumbuh.

Strategi sederhana dapat dimulai dengan melihat potensi anggota. Klasifikasi kemampuan, mendorong minat lintas disiplin—fotografi, film, seni rupa, musik, riset—lalu mensinergikannya dengan seni. Persinggungan ini menghadirkan audiens yang lebih luas dan memperkaya kreativitas komunitas.

Yayasan Gang Sebelah menjadi contoh konkret. Di bawah naungannya, berkelindan komunitas film Gresikmovie dengan puluhan karya berprestasi, Sanggar Intra dengan teater dan naskahnya, Onomastika Musik dengan album musikalisasi puisi yang bisa didengar di Spotify, hingga Perpustakaan Rubamerah sebagai ruang baca—diteruskan Lokalisier dan dilengkapi dengan toko jenama lokal. Semua menjadi penopang bagi komunitas seni, melahirkan program-program kreatif: Teman Baca, album musikalisasi puisi, film, pertunjukan, residensi, penerbitan, hingga festival dan perayaan lain.

Sinergi ini bisa diperiksa salah satunya ketika program Literatutur 1 berjumpa dengan fasilitasi dari PUSBANGLIN Badan Bahasa, Kemendikbud. Berpikir dari hulu ke hilir, Yayasan Gang Sebelah merancang penerbitan antologi cerpen tentang Gresik. Penulis dari berbagai daerah diundang untuk residensi: berjalan di kota lama, menapaki bukit Giri Kedaton, menyelami kuliner, hingga menginap di hotel tua yang sarat imajinasi. Dari pengalaman itulah lahir cerita-cerita baru tentang Gresik, ditulis dalam waktu dua minggu, lalu dikurasi hingga terbit dalam buku.

Puncak residensi tak sekadar peluncuran buku, melainkan festival warga: lomba bertutur anak, diskusi komunitas, bazar, penghargaan bagi maestro macapat, penampilan tari Damar Kurung, hingga musikalisasi puisi Reda Gaudiamo. Sebuah peristiwa yang melibatkan seniman, pemerintah, hingga masyarakat, dihelat di jalan kecil agar tetap dekat dengan aroma kewargaan.

Kunci keberhasilan terletak pada pembagian kerja: manajerial dan kreatif. Dua kutub ini saling melengkapi, memudahkan koordinasi, dan membuat pengelolaan dana lebih transparan. Fasilitasi yang dilakukan pemerintah tidak dipandang sekadar pemenuh kebutuhan, melainkan investasi produksi, jaringan, dan visi komunitas.

Jika Literatutur 1 membuka jalan dengan antologi cerpen Gresik—berjudul Tinutur, maka Literatutur 2 menajamkan pandangan pada Hikayat Giri Kedaton. Melalui residensi, para penulis akan menelusuri jejak Sunan Giri, menelaah pengaruh Giri Kedaton terhadap peradaban hari ini, lalu menulis ulang kisah lama itu dalam bentuk prosa baru yang berpijak pada sejarah sekaligus bernafas kekinian.

Di sinilah bentala garap menemukan maknanya: komunitas seni yang bertumbuh bukan hanya dengan ketulusan, tetapi dengan strategi, sinergi, dan keberanian mengakar pada tanah lokal sekaligus menjangkau langit luas kebudayaan.

 

Gang Sebelah

Yayasan Gang Sebelah didirikan pada Tahun 2017, sebagai bentuk upaya dalam melakukan penelitian, pengarsipan dan pengembangan Kebudayaan.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Kembali ke atas