ANHAR dan SUEF adalah dua seniman lintas generasi yang terpaut hampir tiga dekade rentang waktu pengkaryaan. Suef memulai pada era tahun 1980-an, sedangkan Anhar, baru memulai saat pandemi Covid-19 melanda, tepatnya pada tahun 2020. Keduanya memilih Damar Kurung sebagai medium bercerita dan melakukan kerja-kerja pengembangan Damar Kurung secara bersama-sama. Dalam karya mereka, Damar Kurung bukan hanya sebagai medium visual, tetapi juga sebagai wadah untuk menyalakan kisah-kisah kehidupan. Kedua seniman ini, meskipun tidak mendaku diri sebagai seniman Damar Kurung, seolah-olah menghidupkan konsep “damar yang dikurung” itu sendiri.
Suef, dengan latar sebagai pengajar, memanfaatkan Damar Kurung sebagai sarana untuk mendekatkan anak-anak pada seni melalui karya-karya yang sering bertemakan dunia bermain dan keseharian. Di sisi lain, Anhar, seorang anak muda kreatif, memilih untuk memberdayakan ibu-ibu sekitar dalam pembuatan kerangka Damar Kurung untuk memberikan dampak ekonomi.
Anhar dan Suef seperti memiliki tugas berbeda serupa dua kutub: orang tua berbagi pengetahuan pada yang muda dan anak muda selalu melibatkan kebijakan generasi tua. Romantik sekaligus aktual. Banyak seniman di Gresik yang terinspirasi Damar Kurung, namun tidak banyak yang benar-benar menghidupkan esensinya—meredupkan diri agar cerita-cerita yang ada di sekelilingnya bisa bersinar.
Bagi masyarakat Gresik, Damar Kurung tidak hanya sebagai objek dekoratif belaka, tetapi juga menjadi media untuk menggambarkan dinamika kehidupan kota dan manusia di dalamnya. Setiap gambar pada Damar Kurung yang dibuat oleh Anhar dan Suef mengandung cerita dan pesan yang mengajak pengunjung untuk melihat Kota Gresik dari berbagai sudut pandang yang berbeda. Sementara Anhar cenderung menggambarkan kisah-kisah domestik serta peran Ayah terhadap keluarga, Suef membawa pengunjung untuk mengingat kembali masa kecil dan pentingnya dunia bermain dalam kehidupan setiap individu, serta bagaimana nilai-nilai itu dapat terus hidup di dalam masyarakat.
Selanjutnya, tentang Anhar dan Suef, karya kedua sosok ini memiliki kesamaan yang cenderung menampilkan sisi maskulin yang kuat—ditunjukkan dari karakter-karakter dalam gambar mereka yang lebih banyak menggambarkan sosok laki-laki—dengan menunjukkan karakter keberanian, dominasi, dan kepemimpinan. Semacam penegasan bahwa hidup penuh perjuangan, sehingga enggan menampilkan kesedihan dan kepasrahan.
Di antara lukisan-lukisan Anhar yang dipamerkan, ada satu karya yang berbeda, berjudul ”Dewi Muluk” yang menggambarkan sosok perempuan bersayap dengan latar belakang menggunakan warna cenderung gelap. Karakter imajinatif ini diceritakan oleh Anhar melambangkan perjalanan kehidupan mulai dari pertemuan hingga kehidupan berbahagia yang bersumber dari seorang wanita. Di karya ini, Anhar menunjukan gaya melukis sekuensial dan dengan alur yang runut.
Kecenderungan berbeda hadir dalam karya Suef yang kerap menyatukan ragam peristiwa menyebar dalam sebuah frame. Misalnya dalam lukisan berjudul ”Tembungan” menyajikan situasi kehidupan di Alun-Alun Kota, dengan berbagai aktivitas, seperti anak-anak yang berlarian dengan tawa lepas, perbincangan santai orang dewasa, dan interaksi para pedagang. Di antara gerak, bentuk, corak, warna menghidupkan lukisan serta memberi kesan imajinatif mengenai peristiwa keramaian di pusat kota. Sosok karakter-karakter pada lukisan ini melakukan berbagai aktivitas, akan tetapi masih terhubung dalam kesatuan interaksi sosial atau semacam mozaik kehidupan yang natural dan apa adanya, begitulah Suef menghadapi kanvas dengan ekspresi bergaya kekanakan yang lugu dan bebas, namun penuh kesadaran hidup yang lebih dewasa.
Kondisi sosial di Kota Gresik yang terus bergerak dan berkembang, memungkinkan kita semua memiliki peran dalam menciptakan perubahan positif, baik melalui kesenian, pendidikan, atau pemberdayaan ekonomi. Pameran ini mengajak kita untuk merefleksikan posisi manusia dalam proses perkembangan kota dalam kecepatan tinggi, sembari tetap menjaga akar dan nilai budaya yang ada di dalamnya. Di antara dua kutub yang tampak berseberangan inilah masyarakat Kota Gresik berloncatan, berjumpalitan. Mencoba beradaptasi dengan perubahan tanpa harus kehilangan pegangan pada tradisi yang diwariskan dari masa silam. Selamat datang di The Jumping City!
Gang Sebelah
Yayasan Gang Sebelah didirikan pada Tahun 2017, sebagai bentuk upaya dalam melakukan penelitian, pengarsipan dan pengembangan Kebudayaan.